|

Berskhola ESD di Cilembu

Adnan SkholaJalan menuju Stasiun Kiaracondong sore itu menggunakan angkutan kota (angkot) menimbulkan rasa tanda tanya. Hujan selama sepekan ini, menimbulkan rasa curiga jangan sampai akan terjadi macet atau akan salah naik angkot. Informasi dari teman, masyarakat sekitar (PKL dan tukang parkir) dan tentu sang sopir juga menjadi bagian penting untuk di “interview” sebelum memilih angkot untuk memastikan arah angkotnya sesuai dengan tujuan. Untuk lebih meyakinkan, bertanya kepada salah satu penumpang merupakan salah satu alternative yang juga wajib untuk dilakukan, selain memastikan angkot dan tujuan yang benar, pun penting untuk menanyakan biaya angkot sekali rute perjalanan – pengalaman di kibulin oleh salah satu sopir bersama salah satu teman dari Malang.

Sesampai di Kiaracondong, stasiun kelihatan ramai dengan jadwal kedatangan dan pemberangkatan. Seperti stasiun pada umumnya, kircong – begitulah singkatannya – juga nampak ramai dengan pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar area stasiun. Seturun dari angkot, kurang lebih 200 meter menuju pintu gerbang stasiun, kita harus memilih jalan yang tidak tergenang oleh air. Nampaknya hujan siang hingga sore ini betul-betul menguras tanah sekitar stasiun. Genangan air yang terkesan kumuh ini menyambut calon penumpang atau penumpang yang baru tiba. Stasiun “ekonomi” ini mestinya tidak dijadikan alasan atas pandangan yang tidak sedap dipandang mata ini. Atau mungkin saja pandangan seperti ini telah menjadi hal yang biasa saja sebagaimana para pejabat korup mensunat dana perbaikan jalan raya atau pengairan sekitar jalan.

KA Kahuripan dari stasiun Kircong mengakhiri perjalanan belajar dari jawa barat selama sepekan. Menjadi kebahagian bisa berada diantara 33 peserta Training of Trainer bertempat di kecamatan Cilembu, kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Berproses bersama saudara-saudara dari perwakilan Papua, Jawa, Bali, Kalimantan dan Sumatera menjadikan moment itu terasa singkat. Panitia pelaksana berhasil menyajikan ‘ruang’ belajar yang menyenangkan serta tentu peran fasilitator yang telah memfasilitasi ‘waktu’ itu dengan materi berbobot.

Education for Sustainability Development (ESD) merupakan sesuatu yang terbilang baru bagiku. Tahun 2010 pertama kali mendengarnya pada suatu kesempatan pelatihan di daerah jawa timur. Sejak itu, terus berusaha menerka, meraba dan mengimplementasikannya. Oleh karena itu, pelatihan kali ini merupakan moment refresh dan recall materi yang pernah di dapat sebelumnya ataupun lebih memahami materi baru.

Agar lebih mudah dimengerti, saya berusaha menyederhanakan materi pada pelatihan tersebut dengan membaginya menjadi 3 materi pokok. Berupa konsep pendidikan pembangunan berkelanjutan, Integrasi isu lokal kedalam mata pelajaran / program kegiatan dan metode pembelajaran yang bisa digunakan dalam menerapkan ESD. Tentu pada tulisan ini juga tidak bisa mengakomodir semua moment yang terjadi pada saat pelatihan – terlalu banyak, 6 hari booo’- dan pun tidak di susun sesuai EYD ataupun SPOK yang baku menurut kemendikbud RI, hehe karena ini hanyalah tulisan biasa di waktu luang (skhola). Saya akan menyajikannya secara singkat diisertai contoh.
***
Education for Sustainability Development (ESD) atau pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (PPB) merupakan pendekatan menyeluruh yang dapat diimplementasikan dalam lingkup sekolah ataupun oleh NGO yang melakukan kegiatan dalam dunia pendidikan dan lingkungan. PPB merupakan pendekatan belajar dengan melibatkan 3 unsur penting yaitu lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Ibarat sebuah segitiga yang masing-masing sudutnya saling terintegrasi satu sama lain. Dengan memahami pendekatan ini, diharapkan kita mampu melihat suatu fenomena secara holistik atau menyeluruh.

Dalam dunia pendidikan (lingkup sekolah) penerapan ESD bisa dilihat dalam mata pelajaran. Sebagai contoh mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dengan judul olahraga dan materi sepakbola. Guru tidak seharusnya hanya melihat pada sisi kesehatan tubuh saja. Pada penyusunan lesson plan, guru melibatkan 3 sisi penting yaitu lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Pada umumnya (minimal pengalaman pribadi), guru memberi teori seadanya, selanjutnya memberikan bola dan menyuruh siswa menuju lapangan, that’s all.

Untuk melibatkan ketiga unsur ESD, guru dapat melakukannya dengan mengajak siswa ke lapangan. Guru dapat mengajukan beberapa pertanyaan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memberi tanggapan, ini bisa berupa: apa yang menyebabkan rumput di lapangan bisa tumbuh subur, bagaimana tanahnya atau usaha apa yang dilakukan oleh masyarakat sekitar untuk menjaga lapangan tersebut. Pertanyaan dan penjelasan dari guru ini akan menyentuh ranah kognitif siswa. Dari unsur ESD, ini telah melibatkan unsur LINGKUNGAN. Sehingga siswa tidak hanya belajar sepakbola akan tetapi juga dapat memberi informasi tentang lingkungan yang seimbang. Lingkungan lapangan yang seperti ini tentu akan membangun kesadaran siswa untuk menjaga lapangannya karena masih ingin bermain lagi di lapangan tersebut. Selain itu, Pada saat pengenalan teknik menggiring bola, guru yang kreatif mampu melibatkan interpersonal (SOSIAL) dengan membangun rasa saling menghormati antara pemain (siswa) lainnya dalam bermain. Dengan cara ini, guru telah menyentuh ranah afektif dan psikomotorik siswa. Untuk melibatkan unsur EKONOMI, guru dapat membuat rencana pembelajaran dengan mengajak siswa bekerja sama membuat pertandingan sepakbola antar kelas di sekolah. Dengan cara ini, siswa akan mampu belajar secara langsung bagaimana mengelola keuangan dengan baik.

—- ESD adalah pendekatan menyeluruh yang melibatkan unsur Ekonomi, lingkungan dan sosial budaya.

Penyusunan lesson plan oleh guru juga penting untuk melibatkan isu-isu lokal yang terjadi di sekitar sekolah. Isu lokal itu berupa catatan-catatan sejarah atau nilai-nilai positif yang ada di kampung tersebut dan juga bisa berupa isu lokal yang sedang terjadi. Isu-isu lokalitas inilah kemudian di integrasikan ke dalam mata pelajaran melalui penyusunan lesson plan. Kita bisa ambil contoh di atas pada mata pelajaran Penjaskes, isu itu bisa berupa keseimbangan hutan. Apa yang mereka saat ini nikmati (bermain bola) merupakan hasil keseimbangan hutan yang ada di sekitar lapangan tersebut. Adanya keterlibatan masyarakat dalam menjaga hutan. Masyarakat tidak memanfaatkan lahan hutan secara semena-mena. Selain menjaga keseimbangan alam, masyarakat juga secara nyata telah membantu pemerintah dalam usaha konservasi. Pesan-pesan ini tentu akan sampai pada siswa yang pada akhirnya juga akan menyadari betapa pentingnya menjaga keseimbangan hutan – agar kami (siswa) dapat bermain sepakbola sekarang dan tentu anak kami di kemudian hari juga masih dapat menikmatinya.

— unsur ESD berkaitan dengan isu lokal yang dimasukkan dalam mata pelajaran di sekolah.

Agar informasi tersebut yang disampaikan oleh guru dapat dengan mudah dipahami oleh siswa, tentu dibutuhkan metode mengajar yang tepat. Informasi yang bagus dan benar belum tentu akan diterima oleh siswa. Infromasi tersebut bisa menjadi sesuatu hal yang membosankan bagi siswa. Pada kebanyakan guru, metode ceramah masih dianggap efektif. Padahal usaha singkat untuk menghancurkan mental siswa adalah dengan menggunakan metode ceramah. Oleh karena itu, penting untuk mengemas informasi tersebut dalam sebuah metode mengajar yang sesuai.

Agar Anda tetap bersama saya dan tetap berada pada satu frekuensi yang sama, maka kita akan tetap menggunakan contoh pada mata pelajaran penjaskes di atas. Guru bisa menggunakan metode observasi, wawancara dan reporting. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan cara, guru membagi 3 bola sebagai pertanda pembagian kelompok. Masing-masing kelompok ini merupakan perwakilan dari sebuah isu lokal. Misalnya, bola pertama mewakili “kebanggaan menjadi pemain sepakbola”. Siswa yang berada pada kelompok ini akan berusaha mencari jawaban bagaimana perasaan menjadi pemain bola yang terkenal di kampung tersebut, bagaimana mereka memulai mencintai hobinya, bagaimana mereka juga dapat bekerja di aktivitas lainnya, bagaimana bermain bola dengan benar, dsb. Jadi, sasaran dari kelompok ini adalah pemain bola. Siswa akan mewawancarai pemain bola yang telah dikenal di kampung tersebut. Untuk bola kedua mewakili “masyarakat sekitar lapangan”. Siswa dapat mengajukan pertanyaan seputar bagaimana lapangan tersebut dapat memberi nilai tambah ekonomi pada saat terjadi pertandingan ataupun latihan biasa, bagaimana mereka mengatur toleransi diantara penjual sekitar lapangan, dsb. Pada bola ketiga mewakili “keterlibatan pejabat daerah dalam lapangan”. Siswa dapat menghubungi camat, kepala desa atau pihak yang terkait. Siswa dapat menanyakan mengenai usaha yang dilakukan pejabat kampung dalam menjaga kesuburan tanah atau memastikan keamanan pada saat terjadi pertandingan sepakbola, dsb. Hasil wawancara dari ketiga kelompok tersebut akan di presentasikan dengan drama. Siswa akan merangkum hasil wawancaranya dengan memperagakannya melalui aksi drama di depan teman-temannya.

— metode ESD adalah gembrot (gembira, berisi dan berbobot) yang memungkinkan siswa untuk aktif.

Kalau teman-teman telah mulai untuk menerka dan meraba lebih dalam “benda” ESD ini, maka kita akan semakin dekat untuk berada pada frekuensi yang sama, hehe. Pasti teman-teman kemudian bertanya, kenapa kita harus mengenal lebih jauh “benda” ini dan satu set mind denganku. Maka saya akan balik bertanya dengan pertanyaan yang amat sederhana yakni apakah teman-teman ingin membangun rumah tangga? Beristri dan memiliki beberapa anak? Dan membangun sebuah rumah impian di atas lahan tanah yang luas? Kalau jawabannya “Iya” maka saya harus ucapkan selamat, hehe. Sungguh menarik cita-citanya kawan karena memang begitulah semestinya “laki”, berusaha mengamodir kebutuhan dan keinginan keluarga, sungguh kita semua menginginkan kehidupan yang layak, mendapatkan air yang layak (bersih), lahan yang ada taman di depan rumah, kolam renang di belakang rumah, parkiran mobil di samping rumah serta tak lupa menyediakan lahan tanah untuk kamar tamu, – lahan pemakaman juga harus di persiapkan loh– menarik – sungguh menarik

Tapi pernahkah kita bertanya pada diri kita sendiri, mungkinkah air bersih yang kita nikmati sekarang ini akan menjadi warisan buat anak cucu kita di kemudian hari? Lahan sawah yang kita buat pemukiman sekarang ini masih bisa dilakukan 40 tahun kedepan? Hmmm… tunggu dulu teman, ingat keadaan bumi yang tidak pernah bertambah sementara manusia semakin bertambah saja. Kebutuhan akan lahan tanah untuk pemukiman semakin meningkat, pemakaian energy tak terbarukan semakin marak, penyediaan air bersih yang terbatas – kalo sudah begini, mungkin saja kita butuh satu bumi lagi di kemudian hari kawan. Hmmm — inilah pentingnya memahami ESD sebagai sebuah pendekatan yang harus di “institusikan” ke dalam lingkup sekolah. Tak lain dan tak bukan untuk membangun pemahaman siswa dalam melihat suatu fenomena secara menyeluruh dari segala aspek.

— ESD itu cukup untuk hari ini dan esok

Written:  Ade Adnan Saleh on Monday, November 26, 2012 at 9:42pm

 

Similar Posts