Hanya Bisa Memandang

Soraya            Malam itu hari Jum’at tanggal 6 Februari 2015, dan waktu menunjukkan pukul 19.30 WIB. Pada malam itu saya dengan kakak-kakak yang se-kos pergi makan bakso, karena aku diajak waktu itu. Kami berjalan kaki ketempat bakso, karena jarak tempuhnya tidak jauh.

Dimalam yang sunyi dan banyak orang yang lalu lalang karena pada setiap malam jalanan didekat kos atau sekitaran Padang Gamuak (nama daerah tempat kos) memang ramai, karena jalan daerah sini bisa disebut jalan raya atau jalan yang ramai.

Diperjalanan aku hanya memperhatikan sekitar dan sedikit menanggapi apa yang dibicarakan oleh kakak-kakak tadi. Waktu itu kami hanya bertiga karena yang lain beralasan tidak memiliki uang.

Aku berjalan melewati samping sekolah aku, karena memang sekolah pas didepan kos aku. Saat aku berjalan aku memperhatikan aula sekolah yang tidak jauh, karena aula tadi berada disamping sekolah.

Saat aku memperhatikan gedung yang bisa disebut sudah tua, aku melihat seorang anak kecil, ya umurnya mungkin sekisaran 10 atau 12 tahun, mungkin setingkat SD karena dari postur tubuhnya yang kecil dan anak itu seorang perempuan, dengan memakai topi, celana panjang putih, dan baju kuning, yang bisa disebut kumal atau tidak layak untuk dia pakai.

Aku melihat dia sedang asik memungut tumpukan sampah, tumpukan sampah itu berada tepat didepan sebelah kiri aula sekolah. Aku hanya terdiam dan memandangi anak kecil tadi. Ntah kenapa, tiba-tiba aku hanya terdiam, sampai-sampai tidak mengacuhkan kakak-kakak yang mengajakku berbicara.

Anak kecil itu, memilih-milih sampah karton atau kertas yang mungkin masih bisa digunakan. Dengan membawa tali dan karung, dia rapikan tumpukan sampah yang dia dapatkan dari tempat pembuangan sampah tadi. Dia masukkan kedalam karung dan mengikatnya.

Setelah dia mengikat sampah tadi, dia langsung mengankat karung tadi keatas kepalanya, karung itu berisi sangat penuh, dan dia tidak terlihat kesakitan atau merasa berat dengan beban diatas kepalanya.

Dan anak itu berjalan tepat disebelah kiriku, dia tida memandang sekitar bahkan tidak memandang juga tidak mengacuhkan aku yang lewat disebelahnya bersama kakak-kakak tadi. Pandanganku panjang kearah dia tanpa lepas, dia berjalan lurus lalu berbelok ke arah kanan, kearah simpang yang berada disebelah aula sekolahku.

Pandangankku ke anak tadi tidak lepas, aku tiba-tiba berbicara “Kasihan anak itu, dia berusaha keras bekerja, ntah dia sekolah atau tidak” sambil menoleh kebelakang. Ntah kenapa aku berbicara seperti itu, kata-kata itu tiba-tiba terlintas dikepalaku. Karena kata-kata itu kakak-kakak kosku bingung dan bertanya “Kenapa ya? Yaya ngomong apa?” mendengar pertanyaan itu aku terkaget dan menyandung batu, cukup sakit sih rasasnya.

Sesampainya ditempat bakso, dan saat makan bakso, aku masih memikirkan tentang anak tadi, aku sangat prihatin dan juga iri, iri karena aku dibuat malu, aku dibuat kalah oleh seorang anak kecil, karena usahanya tadi, bekerja keras ntah itu untuk sekolah atau untuk kehidupannya. Dia tidak merasa malu, dan wajah kecilnya tidak melihatkan keterpaksaan dan kelelahan.

Jujur, aku tidak sehebat dia, aku tidak/belum bisa berusaha seperti dia, aku hanya bisa memandang saja, tanpa bisa berbuat apa-apa, anak tadi mengajarkanku untuk selalu berusaha tanpa mengeluh dan tanpa menyusahkan siapapun.

Penulis : Soraya Salma Zahira, Volunteer Padang

Similar Posts